Kuliah Ilmu Hukum
Berisikan materi-materi tugas kuliah bidang ilmu hukum baik hukum pidana maupun hukum perdata
Kamis, 26 Maret 2020
Rabu, 08 Januari 2020
Senin, 06 Januari 2020
SELAMAT DATANG DI BLOG YANG MELIANA - KULIAH ILMU HUKUM
selamat datang di blog Yang meliana
bagi kalian yang mencari refrensi tentang perlindungan hukum bagi konsumen pengguna internet, semoga tulisan di bawah ini bisa menjadi refrensi kalian yah..semoga bermanfaat
Pengertian Konsumen
Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang
membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu
atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud
konsumen orang yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
Penggunaan
klausula baku atau perjanjian baku dalam perjanjian jual beli, memang secara
Hukum Perdata diakui sah karena tidak adanya unsur pemaksaan kehendak di
dalamnya, yakni jika konsumen menyetujui perjanjian maka ia sudah tahu mengenai
segala sesuatu risiko yang akan ditanggungnya. Namun jika ia menolak klausula
baku maka para pengusaha tidak akan memaksanya. Artinya, ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam klausula baku itu dibuat hanya oleh salah satu pihak saja
yaitu pihak pengusaha. Namun, dalam hal ini tetap diberikan kepada konsumen
untuk menentukan pilihannya yakni adanya hak untuk menerima klausula baku
tersebut (take it) ataupun menolaknya (leave it). Semua
tergantung kepada konsumen. Oleh karena itulah, klausula baku ini lebih dikenal
dengan istilah “take it or leave it contract”. Pada prakteknya, konsumen
demi memenuhi kebutuhan hidupnya tidak jarang juga menyetujui klausula baku
yang telah terlebih dahulu ditetapkan oleh pengusaha.
Melihat kondisi
demikian, sering kali pengusaha membuat isi klausula baku itu cenderung lebih
menguntungkan dirinya sendiri, sehingga timbullah ketidakseimbangan hak dan
kewajiban antara pengusaha dengan konsumen. Permasalahan ini pula yang pernah
terjadi yakni antara PT. Telekomunikasi Indonesia yang merupakan satu-satunya
BUMN telekomunikasi serta penyelenggara layanan telekomunikasi dan jaringan
terbesar di Indonesia dengan pelanggan atau konsumennya. Permasalahan timbul
ketika pihak konsumen merasa dirugikan dengan klausula baku yang dibuat oleh
PT. Telkom dimana dalam layanan internet IndiHome memberikan tiga
fasilitas berlangganan disebut Triple Play, yang terdiri dari:[80]
1. Internet on
Fiber atau High Speed Internet yaitu layanan internet
berkecepatan tinggi menggunakan Fiber optik dari PT. Telkom Indonesia yang
memiliki unggulan lebih cepat dan stabil.
2. UseeTV Cable, yaitu layanan Televisi Interaktif dan personalized berteknologi internet
protocol.
3. Dan telepon rumah, yaitu layanan
Komunikasi telepon dengan keunggulan biaya yang lebih murah dan kualitas suara
yang jernih.
Dalam layanan Triple
Play beberapa pelanggan yang ingin berhenti berlangganan dengan alasan
paling banyak yaitu mahalnya harga yang akandibayar per bulannya, pelanggan
ingin beralih ke operator intenet lain. Sering terjadinya gangguan jaringan
dengan sistem fiber optik yang sering mati apabila terjadi hujan. Ada juga yang
diiming-imingkan paket internet dan TV kabel dengan harga Rp 200.000,- selama 1
tahun. Namun dalam satu bulan tagihan pembayarannya digunakan tarif normal
yakni Rp 300.000,- lebih, maka dari itu tidak sesuai dengan promo yang
diberitahukan awalnya.[81]
Adapun
kronologis permasalahan klausula baku PT. Telkom dengan pelanggan internet IndiHome
adalah sebagai berikut: Pelanggan yang awalnya tertarik untuk menggunakan
layanan internet Indihome ditawarkan dengan fasilitas yang menarik dan
menguntungkan yang dapat diperoleh pelanggan apabila bersedia untuk menyetujui
kontrak berlangganan yang sudah ditetapkan oleh pihak PT. Telkom. Pelanggan
biasanya jarang untuk membaca kontrak tersebut dan langsung menandatangani
kontrak karena penempatan klausula baku yang sulit dibaca dan kecil
penulisaannya. Setelah pelanggan sepakat untuk menikmati fasilitas internet IndiHome,
PT. Telkom akan memberikan pesawat telepon yang baru, modem internet, dan
pesawat TV satelit yang dapat digunakan sesuai kebutuhan pelanggan.
Namun apabila
pelanggan ingin berhenti berlangganan layanan IndiHome yang dipasang
program TriplePlay (Internet, Telepon, UseeTV) maka
secaraotomatis layanan TriplePlay tersebut akan dicabut. Sesuai dalam
berlangganan layanan IndiHome Pasal 2 butir 2.1.9 tentang
Kewajiban Pelanggan berbunyi,
“Menyerahkan
perangkat CPE milik TELKOM yang terinstal di alamat pelanggan untuk layanan
IndiHome, apabila pelanggan berhenti berlangganan layanan IndiHome”.
Dilihat dari
pasal tersebut, PT. Telkom tidak memenuhi hak pelanggan untuk mendapatkan
informasi yang jelas sesuai yang tertulis di kontrak berlangganan layanan IndiHome.
Sehingga isi pasal tersebut tidak menegaskan bahwa berhenti berlangganan
layanan TriplePlay beserta nomor telepon harus diserahkan kembali kepada
pihak Telkom. Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa pelanggan menyerahkan
perangkat CPE apabila ingin berhenti langganan IndiHome.
Perangkat CPE (Customer Premises Equipment) itu sendiri merupakan
terminal dan terkait peralatan yang terletak pada lokasi pelanggan yang
terhubung ke jaringan telekomunikasi operator. Contohnya pesawat telepon atau ADSL
modem.
Yang membuktikan bahwa nomor telepon bukan termasuk dalam perangkat CPE.
Tetapi dalam prakteknya, Pihak Telkom mengambil seluruh perangkat CPE yang
sudah terinstal dalam program TriplePlay serta mencabut nomor telepon
pelanggan yang terdaftar. Padahal nomor telepon tersebut bukan merupakan bagian
dari perangkat CPE. Hal inilah yang dianggap merugikan konsumen atas
klausula baku yang dibuat yang tidak memenuhi hak pelanggan untuk mendapatkan
informasi yang jelas sesuai yang tertulis di kontrak berlangganan layanan IndiHome
yaitu Pasal 2.2 butir 2.2.3 tentang Hak pelanggan:
“Mendapatkan
informasi mengenai spesifikasi teknis, sifat-sifat dan karakteristik umum
layanan IndiHome yang disediakan PT. Telkom.”
PT. Telkom
sendiri tidak pernah memberitahukan dalam iklannya atau dalam promosinya bahwa
nomor telepon juga harus diserahkan kembali kepada pihak PT. Telkom. Padahal
nomor telepon tersebut bukan merupakan bagian dari layanan Triple Play.
Yang mengalami kerugian akan hal tersebut yaitu koorperasi, industri rumah
tangga, toko online, warnet, dan sebagainya. Berdasarkan kondisi yang
tidak seimbang ini, perlindungan hukum yang diberikan untuk konsumen
berdasarkan sifatnya yaitu:
1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah
sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta
memberikan rambu-rambu atau batasanbatasan dalam melakukan suatu kewajiban.
Misalnya, UU No. 8Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang membatasi hak
dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha dalam PT. Telkom khususnya layanan
internet TriplePlay.
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Yaitu dengan
penyelesaian di Pengadilan Negeri (PN) atau di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK). Pemerintah juga memberikan perlindungan kepada konsumen dari tindakan
sewenang-wenang dari pelaku usaha terkait pemakaian klausula baku dalam setiap
perjanjian jual beli.
Dalam hal ini,
pemerintah mengatur mengenai ketentuan apa saja yang boleh dimasukkan ke dalam
klausula baku dan hal yang dilarang untuk dicantumkan, dengan tujuan agar
konsumen tidak dirugikan. Pengaturan mengenai klausula baku tersebut diatur
dalam Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1988, yang menyatakan sebagai
berikut:[82] (1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk perdagangan dilarang membuat dan/atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila :
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak menyerahkan kembali barang yang dibeli konsumen
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh konsumen
d. Menyatakan pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik scara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran
e. Mengatur perihal pembuktian atas
hilangnya kegunaan barang dan pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
f. Memberi hak
kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada
peraturan yang berupa atauran baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan
lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan
jasa yang dibelinya. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku
usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang mengungkapkannya sulit
dimengerti. (3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. (4) Pelaku usaha wajib
menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.
Berkaitan
dengan pasal 18, pemerintah melindungi konsumen dengan memberikan pengaturan
terbatas pada penyusunan perjanjian baku pelaku usaha dilarang mencantumkan
klausula baku yakni dilarang adanya suatu bentuk peralihan tanggung jawab dari
pelaku usaha dalam memproduksi barang dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas
kerugian yang dialami oleh konsumen.
Menyangkut hal
ini terdapat dalam perjanjian baku kontrak berlangganan layanan IndiHome oleh
PT. Telkom dalam Pasal 4 tentang Pembatasan Tanggung Jawab Telkom yang
menjelaskan bahwa: Telkom dibebaskan dari tanggung jawab atas pembayaran
kompensasi atau kerugian yang telah ditanggung oleh pelanggan, baik kerugian
langsung ataupun tidak langsung sebagai akibat dari berfungsinya sambungan
layanan IndiHome, karena:
1. Kerusakan/ganguan layanan IndiHome
akibat kesalahan pelanggan;
2. Perubahan jaringan akses, perubahan
nama atau jaringan telekomunikasi PT. Telkom;
3. Kegagalan interkoneksi jaringan
layanan IndiHome dengan penyelenggara telekomunikasi lain;
4. Kesalahan tagihan akibat dari
akses/pemakaian jasa layanan IndiHome yang disediakan oleh penyelengara
jasa telekomunikasi lain diluar PT. Telkom;
5. Kerusakan akibat peristiwa/kejadian
diluar batas kendali normal PT. Telkom (force majeur).
Dilihat dari
apa yang terkandung dalam kontrak berlangganan layanan IndiHome ini
pihak PT. Telkom telah melakukan pengalihan tanggung jawab dari pelaku usaha
dalam memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang
dialami oleh konsumen. Padahal seharusnya PT. Telkom bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, perubahan jaringan akses internet, kegagalan
interkoneksi jaringan internet, kesalahan tagihan, dan kerusakan akibat
peristiwa diluar batas kendali tersebut karena bukanlah sepenuhnya kesalahan
pada pihak konsumennya yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 ayat 1 (a)
UUPK. Undang-undang Perlindungan Konsumen juga mengatur bahwa pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku d itempat yang tersembunyi, ditulis dengan
huruf kecil yang tidak keliatan dengan jelas sehingga sulit untuk dipahami oleh
masyarakat. Terhadap klausula baku yang memuat Pasal 18 ayat (1) dan (2) ini
dinyatakan batal demi hukum. Namun dalam kenyataannya salah satu pelaku usaha
yaitu dalam formulir berlangganan layanan IndiHome menempatkan
perjanjian baku di balik lembaran formulirnya yang dicetak tidak terang
warnanya serta penulisan yang sangat kecil sehingga tidak dapat dibaca dengan
jelas oleh konsumen.
Dengan
demikian, tampaklah peranan pemerintah untuk melindungi konsumen terhadap
penggunaan klausula baku yang telah terlebih dahulu ditetapkan oleh pelaku
usaha dengan memberikan batasan-batasan tertentu yang tidak menghilangkan hak
dari konsumen, sehingga terdapatnya keseimbangan hak dan kewajiban antara
pelaku usaha dan konsumen. Jika, terhadap konsumen yang merasa dirugikan oleh
pelaku usaha baik yang berkaitan dengan klausula baku yang menjebak konsumen
ataupun hal-hal lain yang merugikan hak dan kepentingan konsumen, maka konsumen
dapat mengajukan gugatan dan menuntut pelaku usaha sesuai dengan hukum yang berlaku.
Adapun peran pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada konsumen ada dua
cara, yaitu :[83]
1. Pembinaan
Peranan
pemerintah dalam melindungi konsumen dilakukan melalui pembinaan diatur dalam
UU Perlindungan Konsumen Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa,
“Pemerintah
bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang
menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya
kewajiban konsumen dan pelaku usaha”.
Pembinaan ini diselenggarakan
sebagai upaya untuk menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha, dan
memastikan agar setiap pelaku usaha dan konsumen melakukan apa yang menjadi
kewajibannya.[84] Agar terdapatnya keseimbangan antara
hak dan kewajiban. Jika hal ini telah tercipta, maka akan mengurangi terjadinya
sengketa konsumen. Tugas pembinaan dalam rangka memberikan perlindungan
konsumen dilakukan oleh menteri atau menteri teknis terkait.
Fungsi pasal
ini berkaitan dengan masalah skripsi yang penulis angkat yaitu adanya pembinaan
dari pemerintah terhadap PT. Telkom untukmemberitahukan informasi, kelebihan
atau kekurangan yang bersangkutan dengan produk yang diperdagangkan secara
jelas kepada konsumennya sehingga konsumen tidak merasa dirugikan nantinya
apabila mereka setuju untuk melakukan perjanjian terhadap PT. Telkom yaitu
layanan IndiHome sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Beberapa tugas
pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, yaitu sebagai berikut :
1) Menciptakan iklim usaha dan hubungan yang sehat antara
pelaku usaha dan konsumen, yang terdapat dalam Pasal 4 PP No. 5 Tahun 2001,
yaitu :
a) Menyusun kebijakan di bidang
perlindungan konsumen
b) Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan
informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen
c) Meningkatkan peran BPKN dan BPSK
melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lembaga
d) Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan,
pelatihan dan keterampilan
e) Meneliti terhadap barang dan/atau
jasa beredar yang menyangkut perlindungan konsumen
f) Meningkatkan kualitas barang dan
jasa
g) Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab
pelaku usaha dalam memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan
menjual barang dan/atau jasa
h) Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah
dalam memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa serta pencantuman label dan
klausula baku.
2) Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
mayarakat yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 5, yaitu:
a) Memasyarakatkan peraturan
perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen
b) Melakukan pembinaan dan peningkatan sumber daya
manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan
c) Meningkatkan kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen yang dimaksudkan untuk
meningkatkan sumber daya manusia.
2. Pengawasan
Upaya
perlindungan yang dilakukan pemerintah dalam pengawasan diatur dalam UU
Perlindungan Konsumen Pasal 30 ayat (1) yaitu,
“Pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan
peraturan Perundang undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat,
dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat”.
Pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan secara bersama oleh
pemerintah, masyarakat, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(LPKSM). Hal ini dikarenakan banyaknya ragam dan jenis barang dan/atau jasa
yang beredar di pasaran.
a) Pengawasan oleh pemerintah
Tugas
pengawasan pemerintah dilakukan oleh menteri atau menteri teknis terkait.
Bentuk pengawasan oleh pemerintah diatur dalam PP No.8 Tahun 2001 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Perlindungan Konsumen pada Pasal 8, yaitu pengawasan
terhadap pelaku usaha dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan/atau
jasa, pencantuman label, klausula baku, promosi, periklanan, serta pelayanan
purnajual barang dan/atau jasa. Pengawasan dilakukan dalam bentuk mengawasi
proses produksi, penawaran, promosi, dan penjualan barang dan/atau jasa
b) Pengawasan oleh Masyarakat
Pengawasan yang
dilakukan oleh masyarakat ini diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini,
yaitu masyarakat dapat mengawasi barang dan/atau jasa yang beredar di pasaran
yang dilakukan melalui cara penelitian, pengujian, atau survei. Aspek
pengawasan meliputi pengumpulan informasi tentang risiko penggunaan barang
dan/atau jasa, serta pengiklanan yang berlebihan. Hasil dari pengawasan ini
dapat diberitahukan kepada masyarakat luas dan dapat disampaikan kepada menteri
terkait.
c) Pengawasan oleh LPKSM
d) Bentuk pengawasan yang dilakukan LPKSM sama dengan pengawasan yang
dilakukan oleh masyarakat. Adapun tambahan lain adalah survey yang dilakukan
oleh LPKSM mengenai barang dan/atau jasa yang diduga tidak memenuhi unsur
keamanan, kesehatan dan kenyamanan, dan keselamatan konsumen. Survei dapat
dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat baik perorangan atau kelompok.
Hak Informasi
Dalam Kontrak Berlangganan Layanan IndiHome Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Berdasarkan
masalah mengenai kesalahan informasi yang dilakukan oleh Telkom Group kepada
pengguna layanan IndiHome berdasarkan kontrak berlangganan layanan IndiHome.
Dapat kita ketahui bahwa baik antara pelaku usaha dan konsumen memiliki
hubungan yang terus-menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi
karena keduanya memang saling menghendaki dan memiliki ketergantungan satu sama
lain. Sebelum adanya hubungan antara pelaku usaha dan konsumen, pelaku usaha
akan melakukan berbagai upaya atau cara penyampaian untuk memasarkan produk
barang dan atau jasanya sebelum digunakan oleh konsumen.
Penyampaian
informasi yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada konsumen di dalam
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memang tidak diatur
secara rinci dan tegas. Namun dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dapat dijadikan sebagai rujukan atas penjelasan istilah tersebut,
yaitu:[85]
“Promosi adalah
kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa
untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan
sedang diperdagangkan”.
Berdasarkan
bunyi dari Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No.8 Tentang Perlindungan Konsumen
dapat disimpulkan bahwa “penyampaian informasi” termasuk dalam kegiatan
“promosi”. Bagi konsumen, informasi tentang barang dan/atau jasa merupakan
kebutuhan pokok sebelum konsumen memutuskan untuk mengadakan transaksi konsumen
tentang barang dan/atau jasa tersebut. Informasi pemasangan layanan IndiHome
dilakukan dengan cara penyebaran pamflet atau pemasangan
baliho/spanduk yang terdapat di pinggiran jalan, pemasangan iklan di stasiun
televisi ataupun iklan di media sosial, serta penyampaian informasi dari
petugas IndiHome yang membuka stand promotion di berbagai tempat.
Informasi
pemasangan layanan Indihome yang ditawarkan kepada masyarakat berupa
keunggulan-keunggulan produk Triple Play yaitu tidak hanya mendapatkan
fasilitas layanan internet berkecepatan tinggi tetapi sekaligus mendapatkan
layanan TV kabel dan telepon rumah dengan biaya yang lebih murah. Tahap-tahap
untuk melakukan pemasangan layanan IndiHome, yaitu pertama proses
pendaftaran yang dapat dilakukan secara online maupun datang ke kantor PT.
Telkom terdekat. Kedua, konfirmasi pendaftaran yaitu melakukanpembayaran sesuai
paket yang telah dipilih untuk berlangganan internet. Ketiga, konfirmasi
pemasangan yaitu petugas datang untuk melakukan survei dan melakukan instalasi
pemasangan kabel. Dan keempat, penyelesaian pemasangan instalasi jaringan yang
memberitahukan layanan internet IndiHome yang terinstal sudah aktif.
Namun selama
melakukan promosi sampai pemasangannya pun pihak PT. Telkom tidak pernah
memberitahukan kepada calon konsumen kelemahankelemahan yang ada dalam produk
tersebut dan hanya keunggulannya saja. Salah satunya adalah apabila nantinya
konsumen hendak mencabut atau berhenti berlangganan layanan internet IndiHome,
maka semua perangkat yang terinstal akan ikut dicabut termasuk nomor telepon
yang terdaftar padahal nomor telepon bukanlah salah satu perangkat dari layanan
Triple Play IndiHome.
Padahal
informasi merupakan salah satu hak yang paling mendasar bagi konsumen,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang No.8 Tentang
Perlindungan Konsumen, yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Adapun aturan yang diberikan
oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang mendapatkan hak informasi yang
dilarang bagi pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa kepada konsumen
yang tidak jelas terdapat dalam Pasal 8 Undang-UndangNo.8 Tentang Perlindungan
Konsumen dalam hal melindungi hak-hak konsumen, yaitu:[86]
1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a) Tidak memenuhi atau tidak sesua
dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau
netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
etiket barang tersebut;
c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran,
timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan
atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
e) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f) Tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang
dan/atau jasa tersebut;
g) Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka
waktu penggunaan/pemanfaatanyang paling baik atas barang tertentu;
h) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i) Tidak memasang
label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi
bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan
yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j) Tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang
rusak, cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud;
3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi
dan pangan yang rusak, cacat, atau bekas dan teremar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar;
4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1)
dan ayat (2) dilarang meperdagangkan barang dan/atau jasa tesebut serta wajib
menariknya dari peredaran.
Seperti telah
dijelaskan di atas bahwa informasi merupakan hal yang penting bagi konsumen,
karena melalui informasi konsumen dapat mempergunakan hak pilihnya secara
benar. Untuk itu, para pelaku usaha yang menghasilkan atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa tersebut, harus memberikan informasi yang
sebenar-benarnya. Apabila pelaku usaha melakukan tindakan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 8 UUPK, maka UUPK mengatur secara tegas bentuk tanggung
jawab yang harus dilakukan oleh pelaku usaha tersebut atas perbuatan yang ia
lakukan.
Apabila pelaku
usaha tidak memberikan informasi secara jelas kepada konsumen sebagaimana yang
dicantumkan dalam Pasal 8 huruf j yang menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dihubungkan
dengan Pasal 19 ayat (1) maka pelaku usaha bertanggung jawab atas perbuatannya
tesebut.
Sebagaimana
yang tercantum di dalam Pasal 19 ayat (1) yaitu pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Jadi pelaku usaha harus memberikan informasi secara jelas dan benar kepada
konsumen mengenai kondisi barang dan/atau jasa yang mereka produksi. Sekalipun
barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh pelaku usahamengandung cacat
tersembunyi dalam produknya tersebut, maka pelaku usaha haruslah memberikan
informasi mengenai kondisi produk tersebut dengan konsumen. Hal ini dimaksudkan
agar konsumen tidak menderita kerugian akibat dari perbuatan pelaku usaha yang
tidak memberikan informasi yang secara jelas tentang produknya tersebut.
Apabila pelaku
usaha tidak memberikan informasi yang secara jelas kepada konsumen mengenai
kondisi barang dan/atau jasanya tersebut maka pelaku usaha harus bertanggung
jawab atas perbuatannya seperti yang tercantum dalam Pasal 19 ayat (1)
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Oleh sebab itu,
permasalahan skripsi ini melihat hak informasi yang diterima konsumen dalam
kontrak berlangganan layanan Internet IndiHome belum sesuai dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Karena dilihat
dari beberapa pasal dalam kontrak IndiHome belum memberikan informasi
secara jelas mengenai produk-produk yang ditawarkan yaitu mengenai hak dan
kewajiban pelanggan, terlihat dari Pasal 2.1.9 tentang kewajiban pelanggan yang
menyatakan,
“Menyerahkan perangkat CPE milik Telkom yang terinstal di alamat pelanggan
untuk layanan IndiHome, apabila pelanggan berhenti berlangganan layanan
IndiHome.”
Klausula
tersebut memang telah memberikan informasi yang cukup jelas. Berdasarkan pasal
1.7 tentang pengertian yang menyatakan,
“Perangkat
Costumer Premises Equipment (CPE) terdiri dari modem, Optical Network Terminal
(ONT) dan Set Top Box (STB) yang merupakan milik PT. Telkom dan disewakan
kepada pelanggan selama pelanggan berlangganan layanan IndiHome.”
Dilihat dari
pengertiannya, perangkat CPE merupakan terminal dan terkait peralatan
yang terletak pada lokasi pelanggan yang terhubung ke jaringan telekomunikasi
operator. Yang berarti hanya perangkat keras saja yang disewakan oleh Telkom
terhadap pelanggannya. Namun dalam prakteknya selama ini, apabila pelanggan
berhenti berlangganan layanan IndiHome, pihak Telkom akan mengambil
seluruh perangkat CPE yang sudah terinstal dalam program Triple Play serta
mencabut nomor telepon pelanggan yang terdaftar. Padahal nomor telepon tersebut
bukan merupakan bagian dari perangkat CPE itu sendiri. Ketidaklengkapan
informasi yang diberikan Telkom Group ini sangat merugikan hak konsumen jika
ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Pasal 4 huruf (c) yaitu:
“Hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa”.
Ditinjau juga
dari Pasal 2.2.3 Kontrak Berlangganan Layanan IndiHome tentang Hak
Pelanggan, yaitu :
“Mendapatkan
informasi mengenai spesifikasi teknis, sifat-sifat dan karakteristik umum
layanan IndiHome yang disediakan Telkom”.
Hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa setiap konsumen tentu saja tidak menginginkan menderita kerugian
akibat mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa. Informasi yang jelas dan benar
tentang suatu barang dan/atau jasa mutlak diberikan kepada konsumen oleh pelaku
usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa. Menurut Shidarta mengenai hak
untuk mendapatkan informasi yang benar bahwa:[87]
Setiap produk
yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar.
Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang
keliru atas produk barang dan jasa. Informasi ini dapat disampaikan dengan
berbagai cara, seperti secara lisan kepada konsumen, melalui iklan di berbagai
media, atau mencantumkan dalam kemasan produk (barang).
Bagi konsumen,
informasi tentang barang dan/atau jasa merupakan kebutuhan pokok, sebelum ia
menggunakan sumber dananya (gaji, upah, honor, atau apapun nama lainnya) untuk
mengadakan transaksi konsumen tentang barang dan/atau jasa. Pasal 3 huruf
[80] Product Bundles, https://shop.telkom.co.id/product-bundles
diakses pada tanggal 15 September 2018
[81] Beberapa Alasan Berhenti Menggunakan Layanan
IndiHome TriplePlay,
http://m/okezone.com/read/2016/06/27/207/1426698/alasan-pelanggan-berhenti-telkom-indihome, diakses tanggal 14 September 2018.
[82] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 18. (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42)
[83] Happy Susanto., Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta
2008, hal 63.
[84] Ibid. hal. 34.
[85] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Pasal 1 angka 6. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42)
[86] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8. (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42)
[87] Shidarta, 2004, Perlindungan Konsumen Indonesia,
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, hlm
24.
Langganan:
Postingan (Atom)
HUKUM DELIK ADAT
DOWNLOAD FILE DISINI
-
selamat datang di blog Yang meliana bagi kalian yang mencari refrensi tentang perlindungan hukum bagi konsumen pengguna internet, semog...
-
DOSEN STIH PERTIBA : 1. H. WALUYO, SH., MH 2. YANG MELIANA, SH., MH
-
DOWNLOAD FILE DISINI